
“Bukan Jabatan, Tapi Ridha Allah yang Kita Kejar”
“Anak, istri, harta, jabatan—semuanya yang hari ini kita banggakan, kelak tak akan bisa menolong kita sedikit pun di hadapan Allah.”
Kalimat itu keluar pelan dari lisan Bapak Erwan Barudi, namun menggema lama di hati yang mendengar.
Suasana siang itu tenang, namun kata demi kata dari beliau seperti mengetuk pintu kesadaran. Ceramah dimulai dengan lantunan ayat dari Surah Al-Baqarah ayat 123, yang mengingatkan manusia tentang hari di mana “tidak ada seorang pun dapat menolong orang lain, tidak diterima tebusan, dan tidak ada syafaat yang berguna.”
Bapak Erwan kemudian menautkannya dengan Surah Al-Ma’arij ayat 11–16, yang menggambarkan betapa kelak di hari akhir, manusia akan menyesal dan ingin menebus dosanya bahkan dengan anak-anak dan keluarganya—namun semua sia-sia.
“Nafsi-nafsi,” kata beliau, “di akhirat nanti semua akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri. Tak ada anak, istri, atau saudara yang bisa menolong. Bahkan kekayaan dan jabatan pun tak bisa menebus dosa.”
Masih Hidup, Masih Ada Kesempatan
Bapak Erwan mengingatkan, selama napas masih berhembus, manusia masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri.
“Hidup ini kesempatan, mati itu penyesalan,” ujar beliau lembut. Maka, sebesar apa pun luka, remuknya hati, selama masih hidup kita masih bisa memilih jalan yang benar.
Beliau menekankan agar kita lebih hati-hati dalam “memproduksi perbuatan.” Karena setiap tindakan, sekecil apa pun, akan dimintai pertanggungjawaban. Salah satunya adalah soal ketaatan menjalankan salat lima waktu.
Bagi laki-laki, salat berjamaah di masjid bukan sekadar rutinitas, tapi bukti kesetiaan kepada Allah.
“Yang tidak mau salat di masjid, berarti sedang memproduksi pengingkaran terhadap nilai yang kita perjuangkan,” tegas beliau.
Selain itu, Ustadz Erwan juga menekankan pentingnya membuka Al-Qur’an setiap hari. Tak harus banyak. Satu ayat saja sudah cukup untuk menyalakan cahaya di hati.
“Kalau habis Subuh bisa baca Qul Huwallahu Ahad saja, itu sudah termasuk membaca Al-Qur’an lewat hati,” ujarnya
Kerja yang Bernilai Ibadah
Menurut Bapak Erwan, bekerja hanyalah sarana; fokus utama seorang Muslim tetaplah ibadah. Maka, di PT UBS, bekerja bukan sekadar
mencari rezeki, melainkan bagian dari pengabdian kepada Allah. “Kerja di kantor, di restoran, di gudang—semua itu cuma sambilan. Fokus utama kita adalah salat dan belajar Al-Qur’an,” jelasnya.
Beliau mengingatkan pula pentingnya menghadiri majelis ilmu. Orang yang lama tidak belajar atau tidak bermajelis akan lebih mudah digoda setan. Karena itu, setiap karyawan dianjurkan rutin ikut kajian, minimal sebulan sekali.
Kunci Bahagia: Syukur, Sabar, dan Ikhlas
Masuk pada bagian yang paling menyentuh, Bapak Erwan berbicara tentang kebahagiaan sejati. “Banyak orang salah sangka. Bahagia itu bukan soal harta, tapi soal hati,” ujarnya sambil tersenyum.
Beliau mengurai bahwa bahagia lahir dari tiga hal:
- Bersyukur atas nikmat yang ada.
- Bersabar dalam ujian.
- Ikhlas
menerima takdir Allah.
“Orang yang bisa bersyukur itu sudah separuh bahagia. Tapi yang bisa bersyukur sekaligus menerima keadaan dengan ikhlas, itu bahagia
seutuhnya,” katanya. Bagi beliau, sabar bukan berarti menahan emosi semata, tapi menyadari bahwa semua yang terjadi sudah diizinkan Allah. “Kalau kita jadi pegawai, itu karena Allah mengizinkan kita jadi pegawai. Kalau ingin jadi juragan, boleh, tapi tetap harus yakin semua sudah di-ACC oleh Allah. Tugas kita hanya menjalani dengan ridha.”
Ikhlas, kata beliau, adalah puncak dari kemerdekaan hati. Dengan ikhlas, manusia tidak terikat oleh jabatan, kedudukan, atau penilaian orang lain.
“Lihat Khalid bin Walid,” ujar Bapak Erwan memberi contoh. “Ketika beliau dicopot dari jabatan panglima, semangatnya tidak berkurang sedikit pun. Karena dia berjuang bukan untuk jabatan, tapi untuk Allah.”
Pendidikan, Kunci Peradaban
Di akhir ceramah, Bapak Erwan menyinggung pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak. Beliau berharap para orang tua bisa menyekolahkan anaknya di pesantren atau sekolah Islam terpadu. “Islam ini mundur bukan karena kekurangan uang, tapi karena umatnya bodoh,” tegasnya. “Kalau ingin Islam kuat, kuatkan ilmunya. ”Beliau menambahkan, pendidikan bukan sekadar akademik, tapi juga pembentukan adab dan akhlak.
Refleksi Penutup
Ceramah itu menutup dengan suasana hening. Banyak yang menunduk, merenung. Betapa hidup ini sebenarnya singkat, dan sering kali kita sibuk mengejar yang fana. Pesan Bapak Erwan mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam diri, dan bertanya: Apakah selama ini kita benar-benar hidup untuk Allah? Atau hanya hidup mengikuti arus dunia?
Semoga kita termasuk hamba yang mampu bersyukur saat lapang, bersabar saat sempit, dan ikhlas dalam setiap takdir-Nya. Sebab di hari akhir nanti, tak ada lagi tempat berlindung selain rahmat Allah. Semoga hati kita termasuk yang diselamatkan.
✍️ Narasumber: Bapak Erwan Barudi
📰 Editor/Kontributor: Rafi’i – MKT PT UBS